Agama asli masyarakat di negara ini adalah Shinto, pemuja matahari. Kaisar pertama tahun 660 SM dipercaya sebagai keturunan dewa matahari. Namun, umumnya warga Jepang adalah juga penganut Buddhisme, jumlahnya mencapai 80 persen dari total penduduk. Kehidupan religi warga Jepang terbilang unik. Secara formal menganut Buddha, ritualnya masih menjalankan ajaran Shinto, namun untuk upacara-upacara tertentu seperti pernikahan, banyak yang melakukannya di gereja.
Islam termasuk agama yang tidak populer di negara ini. Dalam sejarah Jepang, tidak ada bukti yang menunjukkan keberadaan Islam di zaman kuno. Bisa disimpulkan, kontak antara orang Jepang dengan Islam baru ada setelah abad ke-19. Muslim pertama di Jepang diketahui bernama Mitsutari Takaoka yang masuk Islam pada tahun 1909. Ia mendapat pengaruh Islam setelah pergi ke India untuk berdagang. Adapun, ajaran Islam mulai menyebar sejak kedatangan para imigran dari Asia Tengah seperti Turkmenistan, Uzbekistan, Tajikistan, Kurgystan, dan Kazakhstan yang mendapat suaka dari pemerintah Jepang pada masa meletusnya Revolusi Bolshevik. Para imigran ini pula yang membangun masjid pertama di Kobe tahun 1935.
Belakangan, kepentingan minyak membuat Jepang mendekati dunia Arab tahun 1973 yang membuat mereka makin familiar dengan kaum muslim. Tahun ‘80-an Jepang menjadi tempat tujuan banyak imigran dari Pakistan, Bangladesh, dan Iran untuk mencari pekerjaan. Sejak itu, jumlah penganut Islam makin berkembang di Jepang. Para pendatang muslim, yang sebagian besar adalah pengusaha dealer mobil bekas, ini giat menyisihkan uang guna membangun masjid. Mereka bahu-membahu, meski untuk itu harus mengumpulkan uang hingga 100 juta yen.
Masjid memang menjadi tempat yang vital bagi kaum muslim. Tak hanya untuk tempat salat, tetapi juga tempat anak belajar mengaji, tempat dakwah dan tempat sesama muslim saling bertemu guna menguatkan persaudaraan. Total bangunan masjid di Jepang tak lebih dari 40 masjid saja. Kendati demikian, banyak juga yang menjalankan salat bersama di unit apartemen. Misalnya saja, salat Jumat atau salat Tarawih, mereka berjamaah di apartemen. Namun, tempat ibadah itu kebanyakan hanya diramaikan oleh para pendatang ataupun para pelajar dari negara muslim lain yang menuntut ilmu di Jepang. Jadi, jangan harap bisa mendengar suara azan bersahut-sahutan di Negeri Sakura ini. Saat bulan puasa tiba, mereka yang merindukan azan Magrib yang menandakan saat berbuka, biasanya memilih menyetel rekaman azan dari komputer masing-masing.Islam termasuk agama yang tidak populer di negara ini. Dalam sejarah Jepang, tidak ada bukti yang menunjukkan keberadaan Islam di zaman kuno. Bisa disimpulkan, kontak antara orang Jepang dengan Islam baru ada setelah abad ke-19. Muslim pertama di Jepang diketahui bernama Mitsutari Takaoka yang masuk Islam pada tahun 1909. Ia mendapat pengaruh Islam setelah pergi ke India untuk berdagang. Adapun, ajaran Islam mulai menyebar sejak kedatangan para imigran dari Asia Tengah seperti Turkmenistan, Uzbekistan, Tajikistan, Kurgystan, dan Kazakhstan yang mendapat suaka dari pemerintah Jepang pada masa meletusnya Revolusi Bolshevik. Para imigran ini pula yang membangun masjid pertama di Kobe tahun 1935.
Belakangan, kepentingan minyak membuat Jepang mendekati dunia Arab tahun 1973 yang membuat mereka makin familiar dengan kaum muslim. Tahun ‘80-an Jepang menjadi tempat tujuan banyak imigran dari Pakistan, Bangladesh, dan Iran untuk mencari pekerjaan. Sejak itu, jumlah penganut Islam makin berkembang di Jepang. Para pendatang muslim, yang sebagian besar adalah pengusaha dealer mobil bekas, ini giat menyisihkan uang guna membangun masjid. Mereka bahu-membahu, meski untuk itu harus mengumpulkan uang hingga 100 juta yen.
Masyarakat modern Jepang adalah tipikal para pekerja keras, workaholic, dan sangat materialistis. Dari Tokyo hingga Kyoto, fashion dan gaya hidup dari Barat sangat berpengaruh besar dalam kehidupan sosial budaya masyarakat Jepang, terutama kaum mudanya. Islam, di mata Jepang, identik dengan agama orang Malaysia, Indonesia dan India, negara yang tidak populer bagi orang Jepang. Tidak demikian dengan agama Kristen yang datang dari Barat, yang lebih bisa diterima.
Kendala lain yang membuat Islam tak populer bagi penduduk asli adalah minimnya literatur tentang Islam yang berbahasa Jepang di toko-toko buku. Selain itu, hanya sedikit sekali orang yang bisa mengajar tentang Islam kepada penduduk asli dalam bahasa Jepang. Berapa sesungguhnya jumlah muslim di Jepang? Hal ini sulit diketahui dengan pasti karena tidak pernah ada sensus berdasarkan agama di Jepang. Namun, menurut sebuah artikel dari The Shingetsu Institute, diperkirakan hanya ada sekitar 60.000 muslim di penjuru Jepang, itu pun hanya 10 persennya saja yang warga asli Jepang. Dari jumlah itu, hanya sekitar 500 orang yang terorganisasi di bawah Japan Muslim Association, sebuah organisasi Islam terbesar dan tertua di Jepang.
Sebagai minoritas, mereka cukup sulit mencari tempat makan yang bertanda halal. Hanya bisa ditemui di kota-kota besar seperti Tokyo, Osaka, Kobe, dan Nagoya. Lembaga semacam Islamic Center memainkan peran sebagai pusat informasi tentang Islam, termasuk tempat mencari makanan halal, pernikahan secara Islam, maupun bagi mualaf yang hendak masuk Islam.
CAR,FOREX,DOMAIN,SEO,HEALTH,HOME DEISGN
0 Response to "Inilah Sejarah Islam di Jepang, Agama yang Tidak Populer di Negara Ini"
Posting Komentar